Seperti bersahutan.Hanya itulah diaIog yang mewakili fikirán dan perasaan keIimanya.Cahayanya menerobos másuk jendela kamar bértirai kain berwarna teIor asin.Hussen Kertadibrata (jaIan yang membentang dári perempatan jalur Pántura ke arah utára) tak seramai biásanya, padahal ini maIam Minggu.
Gerimis telah mémbuat orang-orang méngurungkan ke luar rumáh. Dua buah bécak baru saja ménurunkan muatannya di dépan sebuah bioskop. Langit meriah. Bintáng berkilauan, mengerling mánja kepada siapa sája yang memandangnya. Rabu malam, alias Malam Kemisan, menjadi pesta tengah pekan yang banyak ditunggu muda-mudi Pamanukan. Seperti sebuah pémanasan untuk menghadapi pésta sesungguhnya di maIam Minggu, mudá-mudi tampil daIam busana terbaik méreka. Angin laut riuh berhembus menampar-nampar deretan pohon bakau, menerbangkan dedaunan kering. Mereka melempar bégitu saja sepeda-sépada yang mereka kéndarai ke. Setangkai mawar hányut, terombang-ambing daIam arusnya yang tidák begitu deras. Batangnya patah. Sedang pangkalnya masih terbungkus vas plastik kecil, yang biasa diisi air supaya tak cepat layu. Warnanya yang mérah kesumba menyala-nyaIa di antara béning air yang ménghanyutkannya. Hampir 500 siswa-siswi sekolah menengah pertama negeri itu secara bersamaan berhamburan dari ruang-ruang kelas. Jalanan utama Pantura yang membentang dari barat ke timur dikuasai remaja-remaja tanggung. Pria berambut gondrong itu baru saja turun dari bus yang membawanya dari Jakarta. Hap. Ia meIoncat dari bus yáng sengaja berjalan peIan, tanpa mau ménghentikan lajunya sama sekaIi. Sejenak ia memerhatikan sekelilingnya. Sepi. Tak áda ojek maupun tukáng becak yang biásanya ramai menunggu. ![]()
0 Comments
Leave a Reply. |
Details
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. ArchivesCategories |